Menggapai Puncak Gunung Rinjani
Tuesday, January 29, 2019
Add Comment
Mendaki gunung
dengan trek berpasir memang memiliki kesulitan sendiri. Seperti halnya ketika
saya mendaki Merapi dan Semeru yang memang faktanya bisa sangat memperlambat
laju kita ketika melangkahkan kaki. Ya mau bagaimana lagi, naik 3 langkah
merosot 2 langkah; naik 5 langkah mesorot 3 langkah. Kesel sendiri saya
dibuatnya. Hal tersebut terjadi juga pada saya ketika melakukan summit attack
menuju puncak Rinjani.
Cerita sebelumnya dari Pulau
Jawa, Basecamp dan sampai Pelawangan Sembalun bisa dibaca di postingan saya
sebelumnya. Klik di sini
Karena kami
kelelahan akibat perjalanan menuju Pelawangan yang sempat bikin menyesal, saya
pribadi pun memutuskan untuk tidur lebih cepat karena esok dini harinya kami
akan melanjutkan perjalanan menuju puncak impian saya yaitu Puncak Rinjani.
Waahhh nggak sabar, nih. Setelah semua ritual malam, yang berisi makan, minum
kopi panas, sibuk menghangatkan diri selesai. Saya langsung tidur tanpa lupa
set alarm di HP saya pukul 12 tengah malam. Dengan rencana sebelum kami
berangkat summit attack, setidaknya kami memiliki waktu untuk mengumpulkan
nyawa dan bikin sesuatu yang anget-anget dulu.
*krincing
krincing krincing* Apa ini? Ternyata HP saya berbunyi dibersamai dengan getaran
kecil yang membuat badan saya geli-geli enak, saya kira tukang sate, kalau ada
saya mau beliii. Eh tapi ngeri juga sih kalau ada. Haha. Sudah jam 12 ternyata!
Saya bergegas bangun dengan niat mengumpulkan nyawa terlebih dahulu, sambil
membangunkan teman-teman yang lain. Ternyata cuaca pada malam itu sangat
bersahabat. Bulan sedang terang-terangnya, angin sedang tenang-tenangnya, dan
udara tidak sedingin yang saya bayangkan sebelumnya.
Setelah semua
siap lengkap dengan peralatan, kami awali dengan doa terlebih dahulu dipimpin
mas Indra. Berdoa menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing, berdoa
disilakan….. aamiin…
Pelawangan dipotret di waktu yang berbeda |
Kami lantas
berjalan. Tas carrier kami tinggal, hanya bawa daypack yang berisi makanan
ringan dan minuman untuk mengganjal perut jika mulai lapar. Oh ya, alasan
mengapa pendaki sering kali meninggalkan carriernya adalah mostly karena
keselamatan. Apalagi treknya berpasir, karena faktor medan yang miring sekali
dan dikhawatirkan tas carrier justru akan mempersulit keadaan. Tapi
barang-barang berharga tetap kami bawa, dong.
Ngomong-ngomong
untuk berjalan menuju puncak Rinjani ini diperlukan waktu dari 4-6 jam
perjalanan. Bergantung masing-masing individu ya. Karena saya lebih sering
jalan keong daripada jalan cepet yaaa bisa diperkirakan waktu saya untuk sampai
puncak mungkin bakal molooorrr. Dan sepertinya kami ini cukup kesiangan untukk
memulai perjalanan, padahal masih jam 1 an lebih, atau malah jam 2 yaaa? Lupa
saya hahaha. Kalau tidak salah,
Pelawangan Sembalun ini tingginya sekitar 2600an MDPL, dan Puncak Rinjani
adalah 3726 MDPL. Jadi kita bakal naik sekitar 1100an meter jika dihitung
vertikal, weleh weleeehhh bakal berapa jam neehh.
Menurut saya
pribadi, sebenenarnya trek summit attack Rinjani ini tidak semiring dan tidak
semenyebalkan Semeru, sih. Lebih melelahkan Semeru karena memang kemiringannya
bikin kita mengelus dada dan pasirnya lebih dalam jika diinjak. Rinjani
memiliki ciri khas treknya dengan jalan pasir berkerikil kecil dan tidak
terlalu miring. Ya, tapi tetap saja yang namanya berpasir itu ngeselin.
Mba Putri dan Mas Indra |
Mentari muncul
ketika kami sampai pada trek menuju puncak yang datar cukup lama, yang pernah
ke Rinjani pasti tahu, nih. Sembari mengabadikan foto matahari terbit, saya
terpesona akan Segara Anak yang ternyata lebih menawan dilihat ketika langit
sedang merona. “Ini keren banget, sih.” Pikir saya. Tanpa berlama-lama kami
melanjutkan perjalanan, karena takut kesiangan. Di tengah jalan berpasir tampak
mba Putri sudah sangat kelelahan, tampaknya sudah tidak kuat untuk melanjutkan
ke puncak. Mas Indra selalu mendampingi, sebenarnya Mas Indra ini seorang guide
atau porter yang berbasis di Sumatera sana. Walaupun saya rasa tenaga Mas Indra
masih sisa-sisa, tapi Mas Indra juga memutuskan untuk tidak melanjutkan karena
memikirkan kondisi Mba Putri waktu itu. Keren banget nih Mas Indra, bisa
dijadikan contoh nih buat teman-teman pendaki. Kami tinggal berempat. Sudah
cukup jauh melangkah ternyata puncak masih sangat jauh juga. “Semangat mas!
Masih lumayan jauh.” Ucap seorang pendaki yang sudah mulai turun dari puncak.
Untuk saat ini saya percaya dengan kata mas-mas tadi. Biasanya pendaki yang
bilang “Semangat mas, udah deket kok!” kebanyakan Cuma prank, padahal masih
jauh. Ya tapi tidak semua seperti itu kok.
Sudah sampai
tanjakan terakhir yang paling panjang, Mas Riky dan Mas Eko tampak sudah tidak
kuat juga. Waduh, saya dan Habin gimana ya. Pada awalnya Habin tampak sudah
tidak bergairah lagi untuk lanjut, tetapi saya mengompori agar semangatnya
terbakar. Kami pun memutuskan untuk lanjut. Butuh sekitar 1 jam akhirnya kami
sampai pada sebuah tikungan terakhir. Sedikit lagi!
Kaki sudah gemetar; napas tersengal-sengal; semangat sudah sedikit padam, kami sampai pada ujung dataran yang ternyata puncak. Kami berdua
akhirnya sampai di Puncak Rinjani. Yeeeayyy! Akhirnyaaaa setelah semua
perjuangan ini kami berhasil menginjakkan kaki di tanah tertinggi kepulauan
Nusa Tenggara dan Bali. Saya kemudian sujud syukur atas pencapaian kecil ini. Untuk
pertama kalinya saya benar-benar terharu ketika mendaki gunung. Luar biasa
memang Rinjani ini, perjalanan yang menurut saya sangat emosional. Seneng
banget saya akhirnya bisa mewujudkan mimpi saya ini.
Saya; dengan rambut menggimbal penuh pasir |
Habin in action |
Kami
menghabiskan waktu sekitar 1 jam untuk menikmati suasana dan foto-foto. Karena
dirasa kabut mulai naik, kami berdua turun. Merupakan hal menyenangkan ketika
turun di trek berpasir karena kami turun mrosot seluncuran di pasir dan hanya
memakan waktu 2 jam untuk sampai camp. Sangat kontras ya jika dibandingkan
ketika naik yang waktu itu memakan waktu sekitar 7 jam. Hahaha. Teman-teman
sudah di camp, pada istirahat karena efek summit attack yang sangat melelahkan.
Sebenarnya, kami
berencana turun menuju danau untuk menikmati malam terakhir di Rinjani.
Tapiiiii, nah ini nih hal yang saya bahas pada postingan pertama saya, sesuatu
yang sayang untuk dilewatkan. Kami memutuskan untuk langsung turun menuju
basecamp, mengingat tenaga teman-teman yang sudah terkuras, jadwal saya dan
Habin yang sudah limit harus segera menuntaskan tugas harian yang sudah
deadline. Dan melihat trek untuk ke danau dan trek menuju Senaru (basecamp yang
kami tuju untuk turun) ternyata lumayan berat juga. Karena dari danau kita
harus naik sekitar 3.5 jam untuk sampai di Pelawangan Senaru. Yaaahhh tapi
yasudah, tidak apa-apa. Kami semua harus belajar menahan ego kami
masing-masing.
Kami lantas
menikmati hari terakhir kami di Rinjani. Ternyata hari kami di Rinjani disambut
dengan pemandangan yang indaaahhh banget. Kami beruntung bisa menikmati milky
way pada malam itu, bulan tampak memukau sangat terang. Wahhhh luar biasaaa.
Mas Rikki in frame |
Keesokan harinya
kami makan, beres-beres dan repacking untuk segera turun ke basecamp mengingat
jalannya yang jauuhhhh. Waktu itu kami mulai turun pukul 11.00.
Menu di hari terakhir |
Singkat cerita
kami semua sampai di basecamp dengan selamat pada waktu maghrib menjelang isya.
Jika dihitung, berarti waktu untuk turun memakan waktu sekitar 6 jam. Haha
gapapa tapi Alhamdulillah kelar juga, nih. Saya bersyukur bisa bertemu dengan
teman-teman baru yang hebat di sepanjang perjalanan.
Selalu ada jalan
berkelok untuk sesuatu yang elok. Rinjani, terima kasih banyak atas semua
pengalaman hidup yang kau ajarkan. Tunggu aku kembali untuk membayar hutang
yang belum kuselesaikan. Tuhan, terima kasih atas konspirasi alam semesta yang
indah ini.
Note: selalu
bawa turun sampah yang kau hasilkan di atas gunung. Agar kelak, kita bisa
menikmati sisi terbaik Rinjani tanpa ada hal yang mengotorinya.
Follow me on Instagram: @wi.sepi
0 Response to "Menggapai Puncak Gunung Rinjani"
Post a Comment