Berjuang Menggapai Mimpi Mendaki Gunung Rinjani
Saturday, January 26, 2019
Add Comment
Menginjakkan kaki di puncak Gunung Rinjani merupakan salah satu impian saya, Singgasana Dewi Anjani selalu memikat perhatian saya. Bayang-bayang akan pesona alamnya seakan memaksa saya untuk selalu berkata “Saya harus segera ke sana!”. Rinjani, tunggu saya, ya!
Cerita
perjalanan saya menuju Pulau Lombok melalui jalur darat bisa dilihat di
postingan saya sebelumnya.
Baru saja
menginjakkan kaki di Pelabuhan Lembar, kami langsung didekati sejumlah orang
lokal yang menawarkan jasanya mengantar kami ke manapun tujuan kami dengan
mencarter kendaraan milik mereka. Oh ya, menurut informasi yang saya cari di
sejumlah blog, transportasi untuk sampai ke Kota Mataram (Ibu Kota Provinsi
NTB) memang cukup sulit. Salah satu caranya ya dengan mencarter atau menyewa mobil.
Nah, karena kebetulan waktu itu saya dan Habin bertemu dengan sebuah rombongan
sejak dari Banyuwangi, jadi saya pikir tidak masalah untuk mencarter. Toh, kita
bisa share-cost dengan mereka supaya lebih irit.
Setelah
bernegosiasi, kami sepakat untuk mencarter mobil dengan membayar sekitar
25rb/orang untuk mengantar kami ke Terminal Mandalika yang merupakan sebuah
terminal yang ada di Kota Mataram yang mana di tempat itu adalah tempat
strategis untuk memilih transportasi yang akan membawa kami menuju check point.
Berhubung rombongan Banyuwangi bertujuan ke Pantai Senggigi dan Gili Trawangan
akhirnya kami berpisah. Have a good trip, Guys!
Akhirnya
menyisakan saya dan Habin saja hahaha. Oh ya, dari Lembar sampai Pasar Aikmel
membutuhkan waktu sekitar 2 jam atau bahkan lebih. Kami lantas bergegas mencari
sebuah bus kecil, cukup mudah kok mencarinya, jika dirasa cukup bingung tanya
saja kepada orang sekitar. Jangan pernah malu untuk bertanya deh pokoknya.
Tujuan selanjutnya adalah Pasar Aikmel, nah tempat ini adalah sebuah check
point sebelum menuju Basecamp Sembalun Rinjani. Jadi, di sana kita diharuskan
untuk membeli keperluan logistik terlebih dahulu, karena di dekat basecamp
kalian akan kesulitan membeli logistik secara lengkap. Mengapa kami tidak
membeli sedari di Jawa? Jawabannya simpel, kami enggan untuk berberat-berat
membawa logistik, karena membayangkan berganti transportasi saja sudah lelah,
belum ditambah bawa-bawa logistik. Biaya menuju Aikmel berkisar 20-30rb,
bergantung cara menawar.
Beres membeli logistik,
kami mencari transportasi terakhir menuju basecamp. Di sini tidak ada lagi yang
namanya bus ya, kalian diharuskan menumpang sebuah mobil sayur milik warga
Sembalun. Jadi, bisa dibayangkan, kan, betapa asyiknya perjalanan kami. Sembari
menunggu pemilik mobil usai berbelanja, kami duduk-duduk di pinggir jalan,
sekaligus istirahat karena lelah di sepanjang perjalanan. Sempat terbesit di
pikiran “Ini kenapa sepi amat ya, ga ada pendaki sama sekali, katanya tempat
ini adalah sebuah check point.”, tiba-tiba muncul dua orang yang membawa
carrier dari kejauhan, gatau deh munculnya dari mana dan turun dari mobil apa.
“Ke Rinjani, Mas?”, “Iya nih, Mas.”, Alhamdulillahhhh cukup lega saya akhirnya
ada barengan juga hahaha. Dengan begitu barenglah kita dalam mendaki.
Barang-barang
sudah ditata di dalam bak mobil, dan kami berangkat menuju Sembalun, yay!.
Sambil ngobrol dengan mereka, berkenalan, namanya Mas Rikki dan Mas Eko. Dan
ternyata orang Jogja. “Ealah wes adoh-adoh tekan Lombok akhire ketemu wong
Jogja meneh, hahahaha” guyonan kami. Karena Jogja adalah tetangganya Magelang
jadi kami langsung berbaur dengan cepat dalam berbincang. Sepanjang perjalanan
saya benar-benar takjub akan pemandangan di sekitar kami. Tebing-tebing hijau
yang menjulang tinggi di kanan kiri, hutan lebat yang dipenuhi oleh kera. Saya
belum pernah menemui jalan raya beraspal dengan pemandangan seindah itu.
Speechless!
Untuk menuju
Sembalun dibutuhkan waktu paling tidak 1,5 hingga 2 jam perjalanan dengan
membayar 40rb/orang. Namun, seperti halnya Semeru, perjalanan menuju
basecamp-nya sungguh tidak terasa. Bahkan terasa sebentar, karena saya sungguh
menikmati pemandangan dari atas bak mobil. Rencananya kami akan mulai berjalan
keesokan harinya, malam ini kami manfaatkan untuk benar-benar istirahat total
mengingat lelahnya saya dalam menuju Lombok. Sampai di Basecamp, kami lantas
mengurus simaksi dan hal-hal administrasi lainnya. Tiketnya berharga
20rb/orang, sangat-sangat murah jika dibandingkan dengan Semeru waktu itu yang
mengharuskan saya membayar uang 70rban/orang untuk mendaki selama 4 hari. Beres
mengurus simaksi kami diantar sekalian oleh pemilik mobil menuju gerbang
pendakian yang dekat pula dengan Homestay. Sebenarnya bisa kok langsung mendaki
lewat gang sebelah basecamp, hanya saja menurut orang sana akan lebih dekat
jika lewat jalur yang biasa dilewati para pendaki. Jaraknya cukup jauh dari
basecamp jika berjalan kaki. Lantas kami diturunkan di dekat homestay, dengan
pemandangan Rinjani sore yang tampak gagah disinari jingganya matahari. “Malam
ini akan tidur pulas!”, ucap saya dalam hati.
Rinjani dari Pelawangan Sembalun |
Singkat cerita,
keesokan harinya kami bersiap mendaki diawali dengan sarapan yang diberi oleh
pemilik homestay. Ngomong-ngomong orang sana itu sangat ramah. Jadi, buang
jauh-jauh pikiran kalian tentang jika semakin ke Timur, orangnya angkuh atau
semacamnya, itu salah besar. Coba rasakan sendiri, mereka sangat ramah pada
kami.
Diawali dengan
berdoa kami berempat mulai berjalan perlahan, menyusuri rumah warga yang lambat
laun berganti perkebunan sampai bertemu dengan titik dimana kami akan diperiksa
simaksinya oleh para petugas. Jangan jadi pendaki tanpa simaksi ya kawan-kawan.
Setelah melewati titik pemeriksaan kami mulai masuk hutan kecil hingga akhirnya
kami sampai pada dataran sangat luas yang akan mengantar kami pada padang
savana Gunung Rinjani yang terkenal luas biaangeettt dan waktu itu kami datang
pada musim kemarau jadi bisa dibayangkan betapa panasnya savana itu, karena
memang jarang ada pohon. Savana Rinjani memang bukan untuk orang-orang yang
takut menjadi hitam.
Dari basecamp
sampai pos 1 dibutuhkan waktu sekitar 3.5 jam atau lebih. Gausah buru-buru,
konstan saja kalau capek ya istirahat. Jalan menuju pos 1 mayoritas berupa
savana, hanya bertemu hutan kecil pada awal pendakian tadi. Pesona Rinjani
sudah mendunia, jadi tidak heran kalau di sini banyak sekali bule yang mendaki.
Jangan coba-coba nyamain langkah sama mereka deh, ga akan kuat ngikutin pola
ritme pendakiannya, tenaga kuda mereka mah. Hahaha. Tempat berteduh hanya ada
di pos 1 yang berupa shelter kecil, lumayan lah buat istirahat.
Kami lanjut
berjalan ke pos 2. Menurut info yang saya dapat di sekitar pos 2 ada sumber air
yang bisa dijadikan tempat refill botol minum. Hampir sampai pos 2 pun saya
belum bertemu orang lokal maupun orang Indonesia kecuali porter lho. Gila kan
ya, kami jadi merasa menjadi minoritas di negara sendiri. Lucu memang hahaha.
Sekitar 1 jam kami berjalan untuk sampai di pos 2. Tidak terlalu jauh memang
jaraknya, dan kebanyakan jalannya itu landai. Kami belum menemukan jalan yang
bikin kami ngos-ngosan, sih. Jadi masih kuat-kuat saja buat lanjut pos 3.
Karena kebetulan musim kemarau, air di dekat pos 2 sedikit dan sangat keruh,
jadi kami mengurungkan niat.
Di pos 2 ini kami mulai bertemu orang-orang
dari Indonesia, akhirnyaaaa ada juga orang lokal di sini. Lantas kami lanjut
menuju pos 3, pos 3 akan kami jadikan tempat camp hari pertama. Sebenarnya bisa
saja langsung jalan ke Pelawangan, tapiii karena kami ini jalannya lemot yaaa
jadi kami males-malesan buat bertemu trek yang bernama Bukit Penyesalan.
Membayangkan saja sudah capek duluan saya, yaudah istirahat pos 3 dulu deh.
Haha. Waktu yang ditempuh sekitar 1 jam 45 menit karena jalannya sudah mulai
banyak tanjakan. Sampai di pos 3 kami leyeh-leyeh, akhirnya sampai juga. Baru
sampai sini saja sudah lumayan lelah saya, efek udah jarang olah raga sih ya
jadi ya pantas saja kalau lelah. Jadi total lama perjalanan untuk sampai pos 3
sekitar 6 jam lebih, waduh lama juga ya tenyata.
Kami langsung
mendirikan tenda. Di sana kami bertemu dua orang pendaki bernama Mas Indra dan
Mba Putri. Mereka asal Padang, dan kami pun kenalan dan ngobrol ngalor-ngidul
dengan mereka. Tambah lagi teman saya di Rinjani, asyik kan ya mendaki gunung?
Berjumpa banyak teman baru dari luar daerah, jadi kala saya pergi-pergi ke
Padang bisa ada tumpangan. Hahaha
Malamnya kami
memasak makanan, ngobrol, menghidupkan api unggun. Oh ya, kontur di pos 3 ini
berupa pasir, semacam bekas sungai aliran lahar yang sudah tidak pernah
dilewati lahar lagi. Jadi, aman-aman saja jika menghidupkan api unggun di sini.
Ngomong-ngomong senja di Lombok waktu itu lebih lama, jika jam setengah 7 di
Jawa sudah petang, waktu itu di sana masih terang, bahkan langitnya terlihat
sangat menawan karena terkena semburat jingga cahaya matahari.
Singkat cerita
keesokan harinya kami mulai re-packing, bersiap menghadapi bukit-bukit yang
katanya memang bikin menyesal. Jika dilihat memang ngeri sih treknya, sangat
curam gitu. Bukit Penyesalan adalah trek terakhir sebelum kita sampai ke
Pelawangan Sembalun. Ternyata benar sajaaaa, saya benar-benar merasakan sensasi
yang tidak habis-habis. Sampai di atas bukit, masih ada bukit lagi, sampai atas
bukit, masih ada lagi. Apa-apaan neeehh! Dan kami benar merasakan menyesal,
walaupun sementara. Pantesan diberi nama seperti itu ya. Saya menyesal naik Gunung Rinjani! tapi bohong. Hehehehehehe
Jika orang lain
melewati Bukit Penyesalan hanya memakan waktu 2-3 jam, kami sampai puncak
Pelawangan Sembalun memakan waktu hampir 5 jam. Hahaha, molor jauhhh. Mungkin
karena faktor kami yang fisiknya nggak kuat-kuat amat, ditambah lagi dengan
beban carrier yang menurut saya beban terberat selama mendaki, apa lagi kami
tidak menggunakan jasa porter, ya jadi terbayang lah capeknya seperti apa.
Puncak Rinjani Dari Pelawangan |
Akhirnya
sampaiiii jugaaa di Pelawangan, wahhhhh bersyukur saya bisa melewati
bukit-bukit menyebalkan itu. Lega-seleganya dah pokoknya. Lantas kami berbegas
mencari lahan untuk mendirikan tenda, karena takut keburu keduluan orang. Ya
walaupun kondisi Rinjani waktu itu tidak terlalu ramai, sih. Tenda selesai
didirikan dan kami leyeh-leyeh lagi, membuat makanan dan menikmati segelas kopi
panas di tengah dinginnya suasana Pelawangan pada waktu itu.
Di sini Rinjani memperlihatkan keindahannya. Puncak di sebelah kiri, Segara Anak di sebelah kanan. Wow, saya benar-benar speechless. Benar-benar kagum saya. Ternyata ini toh, salah satu Gunung Terindah di Indonesia, memang faktanya lebih dari yang saya bayangkan. Mendaki Rinjani adalah keputusan yang tidak pernah saya sesali seumur hidup.
Di sini Rinjani memperlihatkan keindahannya. Puncak di sebelah kiri, Segara Anak di sebelah kanan. Wow, saya benar-benar speechless. Benar-benar kagum saya. Ternyata ini toh, salah satu Gunung Terindah di Indonesia, memang faktanya lebih dari yang saya bayangkan. Mendaki Rinjani adalah keputusan yang tidak pernah saya sesali seumur hidup.
Segara Anak mulai tertutup kabut |
Mas Rikki in frame |
Note: Maaf jika visualisasi dari
Basecamp hingga Pelawangan sangat minim, karena gadget yang saya gunakan
mengalami rusak memori, jadi dengan berat hati saya harus kehilangan foto-foto
iseng yang saya gunakan untuk memotret sekeliling saya. Salam lestari!
Cheers.
Follow me on Instagram: @wi.sepi
Follow me on Instagram: @wi.sepi
0 Response to "Berjuang Menggapai Mimpi Mendaki Gunung Rinjani "
Post a Comment