Puri Maerokoco: Taman Mininya Jawa Tengah
Sunday, April 28, 2019
Add Comment
Warga Semarang mesti tidak asing lagi dengan Maerokoco, bagaimana tidak? Orang-orang di luar Semarang saja banyak sekali yang berwisata ke sana. Jika kalian tinggal di Jawa Tengah, tak ada salahnya berkunjung tempat ini. Karena terdapat rumah-rumah adat khas daerah Jawa Tengah. Masih belum kebayang? Coba kalian bayangkan saja TMII atau Taman Mini Indonesia Indah, nah, Maerokoco ini memiliki konsep yang sama dengan TMII, namun versi Jawa Tengah-nya. Ada pula semacam tiruan Laut Jawa pula, lho.
Jika dihitung-hitung, saya sudah 4 kali berkunjung ke Maerokoco. Ketika berkunjung ke dua kalinya, saya sempat berpikir "Sepertinya dulu pernah berkunjung ke sini, deh. Tapi kapan, ya?" gumam saya. Setelah melangkah lebih jauh ke dalam, saya baru ingat kalau dahulu sewaktu SMP saya pernah berlibur bersama teman-teman seangkatan. Pantesaaann, seperti deja vu. Ternyata memang pernah ke sini, mungkin karena efek sudah bertahun-tahun yang lalu, jadi lupa-lupa ingat. Ternyata tidak ada perubahan yang terlalu signifikan, hanya saja sekarang lebih terawat. Untuk kunjungan ketiga saya, dulu saya datang dalam rangka melihat festival lampion air yang memang sering sekali diadakan di Maerokoco. Nah, untuk cerita kali ini adalah cerita sewaktu saya berkunjung ke empat kalinya. Kok tidak bosan? Mungkin karena tempat ini memiliki cerita yang sangat untuk saya pribadi, jadi, mau berkali-kali pun rasanya tempat ini selalu menarik.
Rute
Puri Maerokoco sendiri berlokasi di pesisir utara Kota Semarang, yang mana cukup dekat dengan laut. Maka dari itu, di tempat tersebut terdapat hutan mangrove yang menandakan jika suatu tempat memang dekat dengan laut. Anggap saja kita di titik berangkat yang sama yaitu Tugu Muda Semarang, nah, kalian ambil ke arah barat menuju Jl. Mgr Sugiyopranoto kemudian sampai bertemu dengan Taman Madukoro di sebelah kanan jalan, maka memutarlah kemudian ambil jalan ke arah Bandara Ahmad Yani, sudah ada petunjuknya kok. Ikuti saja jalannya ke utara sampai mentok, kemudian ikuti jalan ke arah kiri saja. Dari situ, carilah Jl. Puri Anjasmoro. Sudah bertemu PRPP? Nah, lokasi sudah dekat, tinggal ikuti petunjuk arah yang ada atau bisa juga mencari di maps, tidak sampai 5 menit sudah sampai, kok, jika kalian sudah bertemu dengan PRPP.
Atau jika kalian enggan melewati Jalan yang ke arah Bandara tadi, kalian bisa juga lewat Jl. Puri Anjasmoro Raya. Ketika melihat Taman Madukoro, lurus saja hingga bertemu lampu apill, nah belok kanan. Dari situ lurus saja, hingga menyeberang Jl. Raya Pantura, lurus lagi hingga bertemu dengan PRPP. Setelah sampai, lakukan langkah seperti cara di atas.
Tiket Masuk
Untuk biaya per orang sebesar IDR 10.000, dan parkir IDR 2.000. Cukup terjangkau, kan? Namun harga tersebut belum termasuk biaya jika kalian ingin merasakan suasana romantis dengan mendayung perahu bersama pujaan hati, ya.
Puri Maerokoco
Sore itu, tujuan saya dan Agatha adalah untuk menikmati suasana sore hari di sana. Yang jika dibayangkan sepertinya sangat syahdu, sekaligus berburu foto karena stok foto mulai menipis. Sampai di lokasi ketika matahari sedang lembut, asyik sekali. Ditambah lagi pengunjung yang tidak terlalu ramai, membuat suasana sore itu nyaman sekali untuk saya. Karena pada dasarnya saya tidak terlalu menyukai tempat yang terlampau ramai, apalagi jika niatnya ingin menenangkan diri, yang ada tambah stres nanti kalau ramai. Sudah lama saya ingin mencoba untuk naik perahu yang memang disediakan oleh pihak pengelola. Setelah puas berfoto-foto kami sepakat untuk naik perahu, dengan membayar uang sebesar IDR 10.000 per orang (kalau tidak salah) untuk 30 menit. Ternyata lebih asyik ketimbang yang saya bayangkan. Hahahaha. Goyang sedikit; perahu ikut goyang. "Kalau goyangnya kuat banget bisa-bisa kebalik ini." pikir saya. Lama-lama saya jadi terbiasa untuk mengarahkan perahu ke tempat yang diinginkan.
Hari mulai gelap, dan waktu sewa kapal sudah mulai habis. Namun, bapak yang mengelola mengizinkan kami untuk bisa menikmati suasana dengan perahu tersebut dengan waktu yang lebih lama. Karena mungkin sore itu, kamilah yang terakhir memakai perahu. Wah, matur nuwun, Pak. Dengan begitu, kami memuaskan diri untuk jepret-jepret lagi. Hingga suara adzan mulai terdengar dari kejauhan, kami pun menepi. Memarkirkan perahu ternyata cukup merepotkan ya. Hahaha. Namun, kami senang dengan kunjungan kami kali ini, entah mengapa saya lebih menikmatinya daripada kunjungan sebelumnya.
Oh ya, jika kalian berkesempatan berkunjung, pastikan untuk mencoba naik perahu, selagi biayanya murah dan asyik sekali. Saran saya, kunjungilah pada sore hari, karena matahari tidak menyengat dan kalian bisa menciptakan suasana romantis di sana. Namun, jangan lupa untuk selalu membawa sampah yang kalian hasilkan, ya. Jangan sampai romantis seperti ini malah membuat perasaan kalian drop akibat pemandangan sampah itu.
Salam Hangat,
Angga Tannaya
0 Response to "Puri Maerokoco: Taman Mininya Jawa Tengah"
Post a Comment