Pendakian Gunung Ungaran via Mawar (Edisi Badai Angin)
Sunday, July 21, 2019
Add Comment
Akhirnya,
setelah sekian lama tidak mendaki, pada bulan Juli 2019 saya berkesempatan
untuk memulainya kembali. Walaupun kali ini saya mendaki di gunung yang tidak
jauh dari rumah maupun kos, bahkan bisa dibilang cukup dekat. Gunung yang saya
maksud adalah Gunung Ungaran. Masih asing dengan namanya? Memang, kalau
dibandingkan dengan Merapi atau Merbabu, nama Ungaran tampaknya akan tertinggal
jauh perihal ketenaran. Padahal, treknya sama sekali tak bisa diremehkan.
Menurut saya, justru trek Gunung Ungaran lebih terjal jika dibandingkan dengan
tetangganya.
Berlokasi
di Kabupaten Semarang, Gunung Ungaran tampak menjulang jika dilihat dari
kejauhan. Semarang adalah salah satu kota yang berada di daerah dataran rendah.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa walaupun Gunung Ungaran hanya memiliki ketinggian
2050 MDPL, kita harus start dari ketinggian yang tak jauh dari daerah dataran
rendah. Bisa saja, waktu tempuh untuk sampai ke puncak malah lebih lama. Meski
kurang terkenal, akhirnya saya memiliki keinginan untuk mencoba treknya.
Kali ini
saya mendaki dengan teman kuliah saya, Hassan. Singkat cerita kami sepakat
untuk mendaki tanggal 18 Juli, yang mana itu merupakan hari Kamis atau bisa
dibilang malam jumat. Namun, kami berusaha untuk tidak bertemu malam di jalur
pendakian. Hal tersebut karena kali ini merupakan pertama kalinya kami mendaki
Gunung Ungaran. Selain itu, kami takut jika bertemu banyak percabangan.
Setelah
semua peralatan kami siapkan, kami berangkat menuju basecamp. Kali ini kami
berencana untu mendaki dari Basecamp Mawar, Jimbaran. Karena, basecamp inilah
yang sangat sering dilalui oleh para pendaki. Setelah semua peralatan siap,
kami pun membeli logistik sebelum sampai basecamp. Tidak sampai 1 jam, kami pun
sampai. Lucunya, kami harus membayar sejumlah tiket masuk yang menurut saya
kurang efektif. Karena, kami mengeluarkan biaya 3 kali hanya untuk melewati
jalan menuju basecamp, untung saja murah. Namun, hal tersebut cukup menyebalkan
bagi saya pribadi. Untuk di basecamp sendiri HTMnya adalah IDR 8.000 per orang
dan IDR 3000 per motor.
It’s time to hike!
Menurut
peta yang saya dapat, total waktu perjalanan untuk sampai puncak adalah 5 jam.
Namun, beberapa pendaki dan blogger menyebut bahwa mereka hanya memakan waktu
3-4 jam saja untuk sampai puncak. Yang bener yang mana dong? Karena kami berdua
jalannya seperti keong – tanpa racun – jadi kami menyimpulkan kalau itinerary yang cocok dengan kami adalah
yang dari peta. Hahaha. Tapi ya sudah, lebih baik dibuktikan saja.
Basecamp – Pos 1 (30 menit)
Jalan
dari BC menuju pos satu masih berupa tanah atau batu yang masih landai dan
banyak ditemui tanjakan kecil. Saya yang sudah lama sekali tidak mendaki merasa
sedikit engap, karena tubuh belum menyesuaikan diri dengan cepat. Jalan setapak
terlihat sangat jelas dan kami menemukan petunjuk jalan yang cukup banyak di
sepanjang jalur pendakian. Pos 1 berupa bangunan dari kayu atau berupa shelter
yang memiliki atap. Jadi, jika saat hujan bisa digunakan untuk berteduh.
Pos 1 – Pos 2 (30 menit)
Menuju
pos 2, banyak sekali bonus yang kami dapat. Di sepanjang jalur pendakian pun
kami banyak menemukan pipa air yang menandakan Gunung ini memiliki sumber mata
air. Jalan menuju pos 2 masih sangat jelas. Hingga akhirnya kami bertemu aliran
air yang suaranya cukup keras seperti dipompa. Dan benar, beberapa saat setelah
itu, kami bertemu dengan aliran sungai kecil yang airnya deras dan sangat
bersih. Ini nih yang bikin pendaki senang saat mendaki. Kami pun berhenti untuk
mengisi air ke dalam botol kosong yang sudah kami siapkan. Setelah itu, kami
berjalan kembali, namun ternyata kami salah ambil jalur. Karena merasa aneh,
kami balik arah menuju sungai, dan berusaha menemukan jalur yang asli. Namun,
dari sunga untuk menuju pos 2 cukup dekat.
Pos 2 – Pos 3 (15 menit)
Menurut
peta, untuk sampai ke pos 3 hanya membutuhkan waktu tempuh 15-20 menit. Dan di
sinilah kami lagi-lagi salah mengambil jalur. Jalur asli untuk menuju pos 3
adalah naik dari pos 2, namun kami malah memilih jalur kanan. Walaupun ada
petunjuk, tapi sangat ambigu. Jalur asli tak terlihat dengan jelas dan jalur
memutar yang justru terlihat jelas. Payahnya, kami tak menyadari hal tersebut.
Jalur
yang kami lalui sangat landai, jarang sekali ada tanjakan. Sampai akhirnya saya
mendengar suara genset di kejauhan. Saya mulai curiga saat itu kalau kami salah
ambil jalur. Setelah berjalan terus, kami malah bertemu dengan Basecamp
Sekendil. “Lho, gimana, sih?” pikir saya. Sudah lama berjalan kok malah ketemu
BC lagi dan sejumlah motor warga. Saya bertanya dengan warga yang sedang
memanen kopi, beliau berkata jalannya memang benar. Jika diperhatikan jalan yang kami ambil
memang benar, namun memutar sangat jauh. Hingga akhirnya kami bertemu kebun
teh. Menurut beberapa orang yang upload video di Youtube, mereka juga melewati
kebun teh terlebih dahulu. Wah, ternyata banyak orang yang memang salah sambil
jalur.
Pos 3 – Pos 4 (75 menit)
Kami
tidak menemukan pos 3 karena salah mengambil jalur. Selepas kebun teh, kami
mulai masuk hutan kembali dan jalan mulai menanjak. Singkat cerita kami
akhirnya menemukan sebuah pos yang saya kira pos 3, namun ternyata itu pos 4.
Dan benar saja, ada jalan lain yang memang bisa digunakan pendaki dan
percabangan tersebut bertemu di pos 4. Sungguh sialan, kami melakukan hal yang
cukup menyita banyak waktu. Pantas, alokasi waktu di peta cukup lama, mungkin
untuk mengantisipasi hal kami lalui.
Ungaran
memperlihatkan trek sebenarnya setelah melewati pos 4. Jalanan sangat terjal,
bebatuan tinggi yang memaksa lutut bertemu dengan dada. Saya curiga dengan
banyaknya bonus trek tadi, pasti akhirnya kami akan “dihajar” habis-habisan
dengan trek menuju puncak. Namun, kami bertemu malam sebelum sampai camp
ground. Haduh, padahal bertemu malam sebenarnya ingin kami hindari.
Kabut
tebal mulai turun, cahaya headlamp tak bisa menembus kabut malam itu, meski
saya sudah memakai lampu “pembelah kabut”. Angin gunung malam itu sangat besar,
kami yang mulai dihajar mentalnya akhirnya berhenti sejenak untuk berpikir:
mencari tempat landai lalu camp, atau langsung “hajar” menuju puncak. Karena
tak mau ambil resiko, kami camp di tanah yang cukup untuk 1 tenda saja. Padahal
jarak menuju puncak hanya 30 menit lagi. Tapi ya sudah, kami akan melanjutkan
perjalanan esok hari.
Semakin
malam, angin justru semakin mengamuk. Saya dan Hassan hanya bisa memasak di
tenda saja. Bahkan, angin tidak berhenti sampai pagi hari. “Gila ini, sudah 12
jam angin tak kunjung berhenti.” Pikir saya. Pagi pun hanya dipenuhi kabut
tebal dan angin yang sangat kencang. Badai angin coy! Mau tidak mau, rencana
kami untuk menyambangi puncak Gunung Ungaran harus kami urungkan. Dan mencoba
lagi mendaki di kesempatan lain.
Camp ground – Basecamp (2 jam 45
menit)
Kami
turun melalui jalur yang sesungguhnya, tanpa melalui kebun kopi maupun teh. Dan
benar saja, jalannya jauh lebih singkat, padahal waktu tersebut sudah termasuk
waktu saya yang terpaksa poop di gunung, hahahaha. Kami berdua hanya
tertawa-tawa saja setelah menyadari dekatnya jalur asli. Alhamdulillah, kami
sampai di BC dengan selamat.
Gunung
Ungaran menjadi gunung yang penuh
dengan pengalaman berharga. Gunung Ungaran mematahkan rekor saya yang sama
sekali tak pernah poop di gunung, dan pertama kalinya mendaki tanpa menyambangi
puncak. Namun, di luar semua itu, saya tidak kecewa karena tak bisa mencapai
puncak. Karena, bukan gunung yang ditaklukkan melainkan ego kita sendiri.
Salam
Hangat,
Angga
Tannaya
Video pendakian saya menuju Gunung Ungaran bisa dilihat di tautan berikut
0 Response to "Pendakian Gunung Ungaran via Mawar (Edisi Badai Angin)"
Post a Comment