Tidur Menggembel di Stasiun Banyuwangi Baru
Sunday, April 5, 2020
Add Comment
Pulau Bali menjadi salah satu pulau yang sering saya
singgahi, walaupun kadangkala hanya untuk sekadar transit saja. Padahal terdapat
banyak sekali eksotisme yang mungkin belum pernah saya lihat sebelumnya. Dan lagi-lagi,
kali ini saya hanya transit sebentar saja di Pulau Bali setelah sebelumnya saya
berangkat dari Labuan Bajo menggunakan pesawat. Namun, 1 hari 1 malam transit
saya gunakan untuk menginap di sebuah penginapan murah meriah yang ada didaerah dekat Bandara Ngurah Rai.
“Waktunya pulang ke Jawa!”, celetuk saya dalam hati. Kali ini
saya bersama Agus, Bagus, Iqbal, Mila dan Rajib. Kami akan menggunakan
transportasi darat (bus dan kereta) untuk kembali ke rumah di Semarang. Pertama-tama
kami harus menuju Terminal Ubung terlebih dahulu yang ada di Denpasar, sebab di
sanalah banyak terdapat transportasi yang bisa mengantar saya menuju Gilimanuk.
Berangkat menggunakan GrabCar bersama kawan-kawan. Kami memesan 2 buah mobil
karena masing-masing dari kami membawa carrier dan ditambah daypack berisi
kamera dan laptop milik saya pribadi yang saya tenteng di depan dada. Mengapa
tidak cari bus di Terminal Mengwi saja? Karena bus-bus kecil jurusan Gilimanuk
maupun rute pendek biasanya mangkal di Ubung. Sedangkan untuk rute jauh Mengwi
adalah jawabannya. Selain itu, saya sudah beberapa kali menggunakan bus kecil
rute Gilimanuk-Terminal Ubung-Padang Bai pada perjalanan menuju Gunung Rinjani
beberapa waktu lalu. Jadi, daripada mencari-cari lagi, lebih baik yang pasti
saja untuk menyingkat waktu. Hehe
Oh ya, kami check out dari penginapan pada hari menjelang siang. Awalnya ingin jalan-jalan lagi sampai sore hari, namun perjalanan menuju Gilimanuk tidaklah sebentar. Memang kurang lebih hanya 3 jam saja menurut maps, namun menurut pengalaman saya yang lalu saya harus menempuh perjalanan selama 5 jam! Molor banyak, kan? Ya seperti yang kita tahu, hal tersebut karena bus harus jalan-berhenti menurunkan maupun menaikkan penumpang sepanjang perjalanan. Ditambah lagi, shock breaker bus yang suspensinya terasa keras sekali. Aih!
Sampai di Pelabuhan Gilimanuk pada sore hari. Karena perut
mulai keroncongan dan baterai HP sudah habis, kami mencari warung untuk makan
terlebih dahulu sekaligus mengisi baterai. Banyak warung yang buka saat itu,
akhirnya warung nasi gorenglah yang kami pilih. Pesanan siap, saya lahap makan
saja dengan ditemani es teh dan beberapa “dessert bungkusan” untuk pencuci
mulut. Jangan lupa ya, sebelum makan biasakan tanya harga! Jangan sampai rasa
lapar menghilangkan rasa curigamu pada mahalnya menu-menu di pinggir jalan seperti
ini. Apalagi tempat ramai seperti pelabuhan. Tetapi, saya santai saja karena
ternyata harga makanan di warung tersebut sangat murah.
Sudah kenyang, perjalanan harus segera dilanjutkan. Cukup berjalan
kaki sebentar dan saya tiba di pelabuhan. Sekadar informasi! Sekarang pembelian
tiket kapal ferry di Pelabuhan Gilimanuk sudah menggunakan metode cashless, ya! Sayang sekali, saya baru
tahu kalau ternyata tidak bisa pakai uang tunai. Tetapi untung saja, Agus membawa Tapcash card, wah
untung saja ya walaupun saldonya kurang. Hahaha
Seperti biasa, biaya menyeberang sampai Pelabuhan Ketapang Banyuwangi
per orang tanpa kendaraan adalah Rp. 6.500,- murah meriah merakyat. Perjalanan hanya
sekitar 45 menit saja, dan saya sampai
ketika hari sudah mulai gelap. Setelah sampai, saya dan kawan-kawan mencari
tempat transit terbaik nan gratis. Ya! Minimarket! Hahaha. Eh, tidak gratis
juga, deng. Karena pasti godaan untuk membeli makanan di dalamnya tak bisa
dibantahkan. Ngomong-ngomong, kereta saya berangkat pada pukul 06.30 keesokan
harinya. Jadi, malam ini kami hanya bisa luntang-lantung saja di Banyuwangi.
Untung saja, lokasi stasiun dekat dengan Pelabuhan
Gilimanuk. Cukup berjalan sekitar 10 menit saja untuk sampai Stasiun Banyuwangi
Baru, stasiun paling timur di Pulau Jawa. Eh, kan kereta berangkat besok pagi,
lantas menginap di mana? Tenang, kami akan tidur menggembel di depan stasiun.
Hahahaha. Entah mengapa kadang kala saya senang melakukan hal seperti ini. Tentu
selain untuk menghemat biaya, hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan tertinggal kereta. Karena waktunya terlalu tanggung untuk mencari penginapan, terlalu pagi pula untuk check out. Sudah cukup sekali saja saya tertinggal kereta di stasiun ini pada
saat pulang dari Gunung Rinjani dahulu, kali ini tidak boleh terjadi lagi.
Seperti yang saya kira sebelumnya. Ternyata tidak hanya
rombongan saya saja yang menginap di stasiun, bahkan cukup banyak. Saya yakin,
tanggungnya waktu menginap dan paginya waktu berangkat kereta yang membuat
banyaknya minat untuk tidur di stasiun saja. Untung kami membawa sleeping bag kami masing-masing, jadi
tak perlu risau walaupun tidur di lantai stasiun yang dingin. Peralatan mendaki
ternyata memang bisa bermanfaat sekali dalam beberapa kasus. Sebelum tidur,
pastikan barang-barang diletakkan di dekat kalian. Jangan sampai teledor
menaruh barang sembarangan. Kalau perlu, tidur sambil dijadikan guling supaya
tas tidak ke mana-mana.
Pagi pun tiba, karena saya sadar harga makanan di kereta
tidaklah bersahabat, saya memutuskan untuk pergi ke minimarket dahulu untuk
membeli makanan sekaligus kopi panas. Ah, kopi panas di pagi hari memang selalu
bisa membangkitkan mood. Untungnya,
banyak pula yang menjual makanan di area stasiun, jadi sekaligus membeli nasi
bungkus untuk kami makan sebelum berangkat. Karena, saya pribadi malas
membayangkan panjangnya waktu perjalanan untuk sampai Jawa Tengah, yaitu 12
jam! Jadi, sedia makanan untuk di perjalanan adalah jawabannya.
Kami pun masuk kereta dan menyusun carrier besar kami pada tempatnya. Tinggal duduk saja dan nikmati
12 jam perjalanan menggunakan kereta api ekonomi Sri Tanjung. Kebayang, kan,
pegalnya naik kereta ekonomi yang mengharuskan dengkul saya bertemu dengkul
orang lain, dan 12 jam! Bayangkan!
Singkat cerita kami sampai di Stasiun Purwosari, Solo. Agus
dan Iqbal sudah dijemput keluarga di sana, dan beberapa lainnya harus
melanjutkan perjalanan menggunakan kereta untuk sampai di Stasiun Semarang
Tawang. Setelah dadah-dadah dengan mereka, kami berempat memutuskan untuk makan
terlebih dahulu di sana. Tenang saja, makanan di Kota Solo banyak sekali yang
murah. Yang penting, tanya dahulu harganya.
Akhirnya kereta kami datang juga, rasanya ingin segera
sampai Semarang. Badan sudah tidak karuan, bukan karena kelelahan, namun karena
belum mandi sejak dari Bali kemarin. Kami ketiduran, bangun-bangun sudah sampai
Semarang. Akhirnya! Sampai juga di rumah setelah 2 bulan di pulau tetangga. Ternyata,
arti kembali ke rumah bisa semenyenangkan ini. Pengalaman seperti ini tidak
akan pernah saya lupakan seumur hidup saya.
Selamat berkelana! Semoga kita berpapasan.
Salam hangat,
Angga Tannaya
0 Response to "Tidur Menggembel di Stasiun Banyuwangi Baru"
Post a Comment